(Kajian terhadapTokoh Joan of Arc dalam Film “The Messenger”)
Gereja Katolik sampai sekarang masih tertantang untuk menjawabi ketidakpuasan kaum wanita terhadap sikap Gereja yang masih terasa menomorduakan mereka. Banyak kaum wanita Katolik mulai memperjuangkan status quo mereka dalam Gereja. Mereka merasa bahwa mereka diperlakukan sebagai kaum kelas dua dalam Gereja. Hal ini tampak jelas bahwa Gereja tidak dapat menerima wanita ditahbiskan menjadi imam. Kaum wanita tidak bisa mendapat jabatan pemimpin dan terlibat dalam keputusan resmi Gereja.
Gerakan feminisme yang berkembang akhir-akhir ini lebih merupakan kesadaran dari pihak kaum wanita sendiri yang menuntut kesamaan secara penuh baik dalam Gereja maupun masyarakat. Gereja tentunya harus tanggap dan memberi tempat kepada kaum wanita. Kaum wanita hendaknya mendapat pengakuan dan penghargaan yang sepenuhnya dalam Gereja. Sehingga dalam karyanya, Gereja menyediakan pelayanan yang lebih melibatkan kaum wanita.
Dalam film “The Messenger” Jean of Arc tampil sebagai tokoh wanita yang masih muda namun ikut berjuang memimpin pasukan militer Prancis. Ia menjadi terkenal karena berhasil membawa kemenangan yang akhirnya mengantar pada penobatan Raja Charles VII di Reims. Pernyataan Joan tentang ilham Ilahi dan keberhasilannya memukul mundur pasukan penyerbu Inggris, membuat dirinya sebagai simbol yang kuat kebangkitan bangsa Perancis. Meskipun ia harus menjadi martir dan meninggal secara tragis karena rekayasa pengadilan yang berbau politis. Ia dibakar hidup-hidup dengan tuduhan yang tidak sesuai.
Sebagai seorang wanita, Joan of Arc mendapat tantangan yang berat ketika harus bersaksi untuk meyakinkan bahwa ia mendapat suatu pencerahan. Terlebih lagi ketika ia menyatakan harus memimpin pasukan untuk mengusir pasukan Inggris. Hal ini sulit untuk dimengerti apalagi diterima. Karena kaum wanita saat itu adalah kaum lemah yang berada di bawah perlindungan kaum pria. Wanita hanya menangani urusan rumah tangga saja. Sehingga sulit dimengerti bahwa seorang wanita harus maju ke medan perang, apalagi memimpin pasukan militer. Pandangan ini akhirnya berlanjut pada kecurigaan-kecurigaan terhadap Joan of Arc. Salah satu tuduhan yang dilontarkan kepada Joan adalah seorang penyihir. Sehingga Joan harus mendapat pengakuan sebagai seorang perawan. Kepercayaan kuno menyakini bahwa seorang perawan tidak dapat dirasuki oleh roh jahat. Meskipun berhadapan dengan berbagai tantangan tersebut, Joan telah menunjukkan keberhasilannya dalam memimpin pasukan militer dengan memukul balik pasukan Inggris.
Joan of Arc tentu menjadi inspirasi bagi kaum wanita sebagai sosok yang penuh dengan keberanian dan keaktifan. Meskipun Joan of Arc adalah seorang perempuan yang berani memimpin pasukan perang, namun bukan berarti perjuangannya adalah perjuangan feminisme. Hanya sebagai satu-satunya sosok perempuan yang tampil sebagai pahlawan, Joan menjadi sumber inspirasi bagi banyak kaum wanita untuk berani mengangkat martabat mereka. Dan mereka dapat berperan aktif dalam karya bagi kehidupan manusia.
Sosok Joan of Arc juga menjiwai semangat dan sumber ilham bagi kaum wanita katolik. Terlebih lagi ia telah menjadi salah seorang santa yang populer di Gereja Katolik. Kesaksian hidup Joan of Arc mengungkap suatu keyakinan bahwa siapa saja orang terpilih berasal dari strata sosial manapun dapat memperoleh panggilan rohani. Panggilan Tuhan juga tidak dibatasi oleh perbedaan gender. Baik laki-laki maupun perempuan, semuanya dipanggil Tuhan untuk mengusahakan kesucian. Berdasarkan pemikiran tersebut, banyak kaum perempuan yang mengkritisi tindakan Gereja yang lebih memberi batas pada kaum perempuan dalam pelayanan untuk Gereja.
Dewasa ini pergolakan yang masih menggantung dalam Gereja adalah imamat jabatan yang tidak dapat diterima oleh kaum perempuan. Memang selama ini jawaban Gereja yang muncul untuk menjawab pergolakan tersebut adalah penekanan pada tradisi Gereja bahwa Yesus tidak memanggil wanita di antara 12 RasulNya dan seorang imam dalam tugas sakramental bertindak sebagai pengganti Kristus (In Persona Christi), sehingga harus pria seperti Yesus sendiri. Hanya saja tanggapan Gereja ini tidak begitu memuaskan bagi banyak orang katolik, terlebih kaum wanita katolik yang ingin menunjukkan cintanya yang nyata bagi Gereja dalam pelayanan. Meskipun Gereja berpegang teguh dalam menjaga tradisi, namun Gereja berusaha memberikan tempat atau peran bagi wanita dalam pelayanan Gereja.
Joan of Arc telah menjadi inspirasi bagi gerakan kaum wanita dalam Gereja dan berkembang menjadi gerakan feminis dalam masyarakat dewasa ini. Joan of Arc adalah pahlawan bagi negara Perancis dan sekaligus menjadi orang suci atau santa dalam Gereja Katolik. Di Perancis ia dijuluki La Pucelle yang berarti “sang dara” atau “sang perawan”. Joan telah menunjukkan bahwa hidupnya tidak hanya hanya dipersembahkan bagi hidup Gereja tetapi juga demi hidup bernegara. Patut diakui bahwa peranan kaum perempuan begitu besar bagi kehidupan manusia dan gerakan kaum wanita telah merubah wajah Gereja. Hendaknya semangat Joan of Arc membangkit kaum wanita untuk selalu berusaha menjadi ‘kudus’ dalam Gereja lewat pelayanannya dan sekaligus menjadi ‘pahlawan’ dalam masyarakat lewat kesaksian hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar