DINAMIKA HIDUP ROHANI PARA FRATER SEMINARI TINGGI CM LANGSEP
DALAM KORELASINYA DENGAN LATAR BELAKANG KELUARGA, HIDUP STUDI, DAN KEGIATAN PASTORAL
(TAHUN 2007/2008)
1. Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk religius (homo religius). Religiusitas manusia tidak lepas dari iman dan agama sebagai manifestasinya. Dalam penghayatan imannya, manusia berusaha mengungkapkan penyerahan dirinya yang total kepada apa yang ia imani. Manusia berusaha untuk selalu bertekun dalam sikap dan praktik-praktik keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, hubungan antara manusia dengan apa yang diimaninya itu merupakan sebuah relasi personal yang menjadi dasar hidup imannya. Relasi personal inilah yang membuat manusia memberi perhatian lebih terhadap kehidupan rohaninya. Bentuk perhatian terhadap hidup rohani ini nampak dalam penghayatan hidup doa dan praktik-praktik agama lainnya.
Kongregasi Misi adalah Serikat Hidup Kerasulan Klerikal dan berada di bawah kewenangan Paus, sehingga para anggotanya melaksanakan tujuan kerasulannya yang khas, sesuai dengan warisan yang ditinggalkan oleh St. Vinsensius dan disahkan oleh Gereja.1 Dalam karya kerasulan, seorang vinsensian dituntut untuk dapat melaksanakan tugasnya sebaik mungkin, sehingga banyak jiwa-jiwa diselamatkan. Sebagai rohaniwan seorang vinsensian tidak hanya bergelut dengan berbagai kesibukan dalam karya pelayanannya. Namun seorang vinsensian juga dituntut untuk memiliki kematangan rohani. Sehingga dalam Kongregasi Misi, hidup rohani masuk menjadi salah satu bagian dari lima dimensi pembinaan calon imam.
Mengingat pembinaan hidup rohani merupakan salah satu bagian dari lima dimensi pembinaan calon imam Kongregasi Misi, maka mengetahui tingkat perkembangan hidup rohani para frater CM adalah hal yang penting. Sebagai calon imam yang sedang menjalani masa pembinaan di seminari tinggi, para frater diharapkan mampu mengasah diri menjadi insan Allah. Dalam PDV 45 ditegaskan bahwa pembinaan hidup rohani merupakan poros yang menyatukan dan menghidupkan kenyataan pribadi maupun kegiatannya sebagai imam. Karena itu tidak dapat disangkal bahwa ciri khas imam sebagai insan Allah harus dipupuk sejak dini, sehingga para frater benar-benar menampakkan citra hidup Yesus Kristus, Kepala dan Gembala Gereja (PDV 43).
Pendiri Kongregasi Misi, St. Vinsensius berkali-kali menekankan pentingnya hidup rohani bagi seorang imam maupun calon imam. Para frater hendaknya berusaha terus-menerus untuk menekuni pembinaan hidup rohani agar semakin dapat mengenakan Roh Kristus. Santo Vinsensius menekankan peranan Roh Kristus sebagai jiwa dan semangatnya dalam berkarya. Sehingga pada salah satu suratnya, ia mengatakan bahwa oleh karena Roh Kristus yang hidup di dalam dirinya, maka segala karyanya akan menjadi sama denga karya-Nya, yaitu akan menjadi karya Ilahi (SV XI, 343-344). Berkaitan dengan pentingnya hidup rohani tersebut, Santo Vinsensius juga memberikan teladan kepada para pengikutnya untuk bertekun dalam doa. “Berilah aku seorang pendoa maka Ia mampu melaksanakan segalanya” ( SV XI,83). Ungkapan ini mau menunjukkan bahwa doa adalah sumber hidup rohani seorang misionaris, secara khusus dalam Kongregasi Misi.
Dimensi hidup rohani menjadi dimensi yang penting bagi seorang vinsensian. Karya kerasulan seorang vinsensian tidak boleh terlepas dari hidup rohani. Bila seorang vinsensian hanya mementingkan karya dan melupakan hidup rohaninya, ia tidak lebih dari seorang aktivis. Seorang aktivis yang banyak terlibat dalam kegiatan sosial kerap kali hanya mengandalkan kemampuannya sendiri dalam berkarya. Dan kebanyakan aktivis melakukan karya sosial hanya demi kemuliaan dirinya sendiri, bukan untuk kemuliaan Allah. Ini akan menjadi sesuatu yang sungguh memprihatinkan bila setiap anggota vinsensian jatuh dalam aktivisme. Oleh sebab itu, pengolahan hidup rohani sejak masa pembinaan hendaknya mendapat perhatian yang lebih. Seorang vinsensian juga tidak hanya bergelut dengan persoalan rohani saja, tetapi nantinya akan melaksanakan karya misi di mana pun ia berada. Pengolahan hidup rohani yang baik selama masa pembinaan akan menjadi kekayaan dan kekuatan seorang misionaris dalam karya kerasulannya kelak. Selalu menghadirkan Tuhan dalam setiap karya merupakan ungkapan iman seeorang misionaris yang sadar akan keterbatasannya atau ketidaksempurnaannya. Segenap karya yang telah diusahakan atau dilakukannya tidaklah sempurna. Oleh sebab itu ia senantiasa harus menyerahkan semuanya pada penyelenggaraan Ilahi. Biarlah Tuhan yang menyempurnakan segenap usaha dan karya yang telah dilakukan.
Dalam penelitian ini, akan diteliti dinamika kehidupan rohani para frater CM yang bertempat tinggal di Seminari Tinggi CM unit De Paul, Langsep, Malang. Kehidupan rohani tersebut dilihat dalam korelasinya dengan latar belakang keluarga, hidup studi, dan kegiatan pastoral. Para frater yang berada di Seminari Tinggi CM unit De Paul ini memiliki latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Perbedaan latar belakang ini mengakibatkan adanya perbedaan cara berpikir dan bersikap. Perbedaan ini juga berpengaruh terhadap dinamika hidup rohani seorang frater. Kita tahu bahwa keluarga merupakan Gereja kecil. Sebagai Gereja kecil, keluarga berperan penting dalam membentuk dan menumbuhkan iman seorang anak. Pembinaan hidup rohani yang telah dimulai dalam Gereja kecil ini akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan iman anak selanjutnya. Selain melihat pengaruh latar belakang keluarga, kami juga akan melihat korelasi hidup studi dengan dinamika hidup rohani para frater. Sebagai calon imam, para frater CM juga harus mengembangkan dimensi intelektual. Karena itu, mereka harus memenuhi tuntutan studi di STFT. Banyaknya tugas dari STFT kerap kali menimbulkan ketegangan. Di satu pihak, para frater harus dapat menyelesaikan tugas-tugas tersebut secara maksimal, namun di lain pihak tuntutan untuk mengembangkan hidup rohani juga menyita banyak waktu dan perhatian yang khusus. Sama halnya dengan hidup studi, kegiatan pastoral seperti: pastoral lingkungan, mengajar di sekolah, dan berorganisasi juga menjadi bagian dari proses pembinaan para frater CM. Kegiatan pastoral ini juga menyita banyak waktu, tenaga dan pikiran. Sehingga dalam usaha untuk mengembangkan dimensi hidup rohani seringkali muncul ketegangan. Hal-hal inilah yang melatarbelakangi kami dalam penyusunan penelitian ini.
2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan guna melihat apakah ada korelasi antara dinamika hidup rohani dengan latar belakang keluarga, beban studi di STFT, dan kegiatan pastoral yang ada di Seminari Tinggi CM unit De Paul, Langsep, Malang. Penelitian ini secara tidak langsung dapat membantu para frater untuk melihat kembali hubungan antara hidup rohani dengan latar belakang keluarga, hidup studi, serta hidup berpastoral. Dengan mengetahui dinamika hidup rohani dalam korelasinya dengan latar belakang keluarga, hidup studi, dan kegiatan pastoral, diharapkan para frater dapat lebih dewasa dan bijaksana dalam usaha menyeimbangkan perkembangan hidup rohani dengan perkembangan dimensi pembinaan lainnya.
3. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, kami akan meneliti dinamika perkembangan hidup rohani para frater CM Langsep (tahun 2007/2008) dalam korelasinya dengan latar belakang keluarga, hidup studi, dan kegiatan pastoral. Untuk lebih jelasnya kami berikan beberapa rumusan masalah berikut ini:
Ø Bagaimana korelasi latar belakang keluarga dengan penghayatan hidup rohani.
Ø Bagaimana korelasi hidup studi dengan penghayatan hidup rohani.
Ø Bagaimana korelasi kegiatan pastoral dengan penghayatan hidup rohani.
4. Telaah Kepustakaan
Tujuan dan Sarana Pembinaan Hidup Rohani
Untuk melihat tujuan dan sarana yang terkandung dalam aspek pembinaan hidup rohani, kami menggunakan buku “Ratio Formationis Vinsentianae untuk Seminari Tinggi Kongregasi Misi” sebagai pedoman.
· Tujuan
20. Para frater hendaknya berusaha terus menerus untuk menekuni pembinaan rohani yang intinya ialah mengenakan Roh Kristus (RC I,3; C 1,1), agar dapat menghayati segala dimensi kehidupan mereka dalam Kristus itu (1 Kor 12:13; Gal 5:16-25; Rom 8:14). Menurut teladan Santo Vinsensius mereka hendaknya menimba pengalaman rohani melalui kontemplasi dan pelayanan bagi Kristus dalam pribadi orang-orang miskin (C Intr.).
· Sarana-sarana
21. Memeperdalam semangat Sakramen Baptis dan semakin meresapkan misteri wafat dan kebangkitan Tuhan. Untuk itu hendaknya para frater menghayati tahun liturgis dan terutama menghayati perjumpaan sakramental dengan Kristus.
a. Dengan keikutsertaan setiap hari dalam ekaristi yang merupakan pusat hidup komunitas yang berdasarkan iman, dan sekaligus merupakan kesempatan untuk merayakan peristiwa penyelamatan kita yang amat menggembirakan (RC X,3: C 45,1)
b. Dengan sering berusaha memperoleh pengampunan Tuhan melalui Sakramen Rekonsiliasi (C 45,2)
22. Dengan semangat iman mengikuti kegiatan-kegiatan rohani yang biasa dilakukan dalam Kongregasi kita, khususnya:
a. Doa yang seharusnya menjadi sikap hidup dalam diri kita, sehingga doa dan karya pastoral saling memperkaya. Untuk itu hendaknya para frater:
· Merayakan ibadat pagi dan ibadat sore bersama
· Melakukan meditasi bersama
· Melakukan doa-doa harian, baik bersama maupun secara pribadi
b. Pembacaan Sabda Tuhan terutama Perjanjian Baru, besarta usaha untuk meranungkannya, agar dengan demikian kita menjadi “pewarta Sabda Tuhan yang hampa, karena kita sendiri tidak mendengarkannya dengan hati” (RC X,8; C 85,3, DV 23).
c. Keikutsertaan di dalam saat-saat istimewa yang memungkinkan pengalaman rohani yang lebih mendalam, seperti retret, rekoleksi, dsb. (C 47,2).
d. Kebiasaan melakukan mawas diri bersama dalam suasana penuh iman. kebiasaan ini akan membantu untuk menemukan tangan Tuhan dalam kehidupan komnitas kita masing-masing, dalam kehidupan komunitas kita maupun dalam Gereja serta dalam sejarah bangsa-bangsa (C 44). Untuk membantu kebiasaan ini correctio fraterna akan sangat berguna.
e. Kepekaan terhadap pelajaran yang dapat kita terima dari orang miskin dan terhadap banyak unsur positif yang dapat kita temukan dalam ungkapan dan bentuk keagamaan rakyat (C 16).
23. Kristus yang telah menjelma untuk mewartakan kabar gembira kepada orang miskin (RC X,2; C 1; 48,77) merupakan pelita dan kekuatan bagi panggilan vinsensian. Para frater hendaknya berusaha sekuat tenaga untuk mengenal Kristus secara mendalam. Dengan demikian mereka dapat mencintaiNya secara pribadi dan mesra. Mereka dapat pula mencapai persekutuan yang semakin kokoh dengan Pribadi-Nya dan tentu saja dengan karya-Nya, yang intinya ialah pewartaan Kerajaan Allah kepada kaum miskin.
24. Membuka diri dengan sepenuh hati kepada misteri Tritunggal (RC X,2; c 20; 48). Itu dapat dilakukan dengan usaha melakukan kehendak Bapa (RC II,3; C 24,2), menyerahkan diri kepada Penyelenggaraan Ilahi (RC II,2; C 6), mengikuti Putera dalam ketaatan kepada Roh Kudus dan dalam kesediaannya untuk dibimbing olehNya.
25. Mencintai Gereja sebagaimana adanya (dalam keadaan nyata) dan menyediakan diri untuk melayaninya, dengan berusaha memperlancar perjalanan manusia menuju iman akan Allah penyelamat (C 2).
26. Bertumbuh dalam cinta dan penyerahan diri kepada Santa Perawan Maria, “Bunda Kristus dan Bunda Gereja yang menurut kata Santo Vinsensius, melebihi semua orang beriman yang lain dalam menangkap inti ajaran Injil secara tajam dan menunjukkan penghayatanya dalam hidup sehari-hari” (C 49,1; bdk. RC X,4).
27. Perhatian khusus untuk bimbingan rohani atau pendampingan pribadi, agarpara frater berhasil mengintegrasikan segala aspek kehidupan (RC X, 11; S 19; 50).
28. Kebulatan hati untuk mengabdikan seluruh hidup bagi pelayanan orang miskin dalam Serikat dan untuk mengikuti Kristus pewarta Kabar Gembira kepada kaum miskin dalam kemurnian, kemiskinan, dan ketaatan itu, diteguhkan dan diperkokoh oleh pengikraran kaul. Dengan bantuan kelompok parapembina, para frater akan berusaha mengembangkan suatu spiritualitas kaul yang terarah kepada pelayanan pastoral sesuai dengan panggilan kita (SV XIII, 366).
29. Tahbisan suci merupakan salah satu puncak dari seluruh proses pembinaan. Maka setiap peristiwa tahbisan membutuhkan, sebagai persiapan langsung, waktu khusus untuk doa, refleksi dan renungan, untuk mengerti arti dari tiap-tiap tahbisan dan tugas panggilan yang terkandung di dalamnya.
4. Metode Penelitian
Ø Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan secara mendalam korelasi anatara dinamika hidup rohani dengan latar belakang keluarga, hidup studi, dan kegiatan pastoral yang ada di Seminari Tinggi CM unit De Paul, Langsep, Malang.
Ø Teknik pengumpulan data
Dalam proposal penelitian ini, kami menggunakan metode kuesioner, yang akan diperdalam melalui wawancara. Responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah para frater CM (tahun 2007/2008) yang ada di seminari tinggi CM Langsep.
KUESIONER
Pilihlah jawaban pertanyaan berikut dengan melingkari.
( tanda *: boleh memilih jawaban lebih dari satu)
1. Ayah saya:
a). Katolik b). Kristen c). Hindu d). Islam e). ……
2. Ibu saya:
a). Katolik c). Kristen c). Hindu d). Islam e). ……
3. Kebiasaan doa dalam keluarga:
a). selalu b). sering c). jarang d). tidak ada
4. Keluarga ke gereja:
a). tiap minggu b). 2 minggu sekali c). 3 minggu sekali d). satu bulan sekali e). lain- lain…..
5. Kegiatan Gereja yang pernah diikuti: *
a). Sekolah Minggu b). Misdinar c). Rekat d). Mudika e). lain-lain….
6. Bentuk keterlibatan orang tua dalam hidup menggereja:*
a). doa lingkungan b). organisasi kepengurusan Gereja c). kelompok doa d). tidak ada e). lain-lain….
7. Sekarang saya semester:
a). semester 4 b). semester 6 c). semester 8
8. Jumlah SKS yang diambil:
a). 21 SKS b). 22 SKS c). 23 SKS d).24 SKS e). lain-lain….
9. Waktu untuk studi pribadi dan mengerjakan tugas dalam satu minggu:
a). 1 jam b). 2 jam c). 3 jam d). 4 jam e). lebih dari 4 jam
10. Hasil indeks prestasiku yang terahkir:
a). ≤ 1,49 b). 1,50-1,99 c). 2,00-2,49 d).2,50-2,99 e). ≥ 3,00
11. Saya belajar dan mengerjakan tugas hingga larut malam:
a). selalu b). sering c). kadang-kadang d). tidak pernah
12. Pastoral yang sedang saya jalani:*
a). Pastoral lingkungan b).Pastoral sekolah c). Organisasi d). lain-lain….
13. Waktu untuk berpastoral:
a). 1x seminggu b). 2x seminggu c). 3x seminggu d).≥ 4x seminggu
14. Kegiatan Pastoral menyita waktu acara rohani:
a). selalu b). sering c). kadang-kadang d). tidak pernah
15. Hingga saat ini, sudah berapa kali saya mengabaikan waktu pastoral untuk keperluan pribadi?
a). 1 kali b). 2 kali c). 3 kali d). > 3 kali e). tidak pernah
16. Saya berdoa pribadi:
a). selalu b). sering c). kadang-kadang d). tidak pernah
17. Waktu yang saya gunakan untuk berdoa pribadi:
a). 5-10 menit b). 10-15 menit c). 15-30 menit d). >30 menit
18. Saya menikmati acara doa bersama yang ada di seminari:
a). selalu b). sering c). kadang-kadang d). tidak pernah
19. Saya mengikuti perayaan Ekaristi yang ada di seminari dengan penuh penghayatan:
a). selalu b). sering c). kadang-kadang d). tidak pernah
20. Saya membaca Kitab Suci:
a). selalu b). sering c). kadang-kadang d). tidak pernah
21. Saya menjalankan bimbingan rohani:
a). > 1x sebulan b). 1bulan sekali c). 2 bulan sekali d). 3 bulan sekali e).≥ 4bulan sekali
22. Saya menerima Sakramen Rekonsiliasi:
a). > 1x sebulan b). 1bulan sekali c). 2 bulan sekali d). 3 bulan sekali e).≥ 4bulan sekali
Pertanyaan wawancara
1. Bagaimana peran keluarga Anda dalam menanamkan iman kristiani?
2. Bagaimana Anda menyesuaikan waktu belajar dengan kegiatan-kegiatan lain yang ada di Seminari?
3. Apa arti penting hidup studi bagi Anda sebagai seorang calon imam?
4. Sejauh mana kegiatan pastoral yang Anda jalani dapat membantu perkembangan hidup rohani dan panggilan Anda?
5. Sejauh mana penghayatan kegiatan pastoral Anda selama ini?
6. Sebagai orang yang terpanggil, bagaimana relasi Anda dengan Tuhan selama ini?
Ø Sampel
Sampel yang kami ambil dalam penelitian ini ialah para frater CM (tahun 2007/2008) khususnya para frater CM tingkat II, III, dan IV. Karena dalam penelitian ini dibahas pula aspek hidup pastoral, maka kami mengambil para frater tingkat II, III, dan IV yang sedang menjalani kegiatan pastoral.
5. Hipotesa
Berangkat dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, kami menyusun beberapa hipotesa.
· Tidak semua frater menyadari pentingnya hidup rohani bagi cita-cita atau tujuan bersama (Fungsional)
· Acara-acara rohani di seminari kurang diminati dan dirasakan sebagai kebutuhan mereka dalam mendukung kegiatan pastoral dan hidup studi (Interaksi simbolis)
· Ada frater yang merasa terbebani saat mengikuti kegiatan-kegiatan rohani karena banyak tugas dari STFT yang belum diselesaikan (Konflik)
· Semakin baik hidup rohani, hasil studi semakin maksimal
· Semakin baik hidup rohani, semakin aktif dalam berpastoral
· Para frater yang berasal dari keluarga Katolik, perkembangan hidup rohaninya lebih baik
· Kegiatan pastoral yang padat, mengakibatkan para frater mengabaikan hidup doa
1 Konstitusi dan Statuta Kongregasi Misi., hlm. 2
Tugas UTS Sosiologi 1
Dosen: Antonius Sad Budianto, M.A
Tidak ada komentar:
Posting Komentar