God Spy

Jumat, 27 Februari 2009

Teologi Fundamental

RESENSI
Buku : Teologi Sistematika 1
Karya : Dr. Nico Syukur Dister, OFM

Allah mewahyukan diri kepada manusia berdasarkan inisiatif dan kehendak bebas-Nya untuk menyelamatkannya. Wahyu itu diterima oleh manusia dengan iman. Iman merupakan jawaban manusia terhadap wahyu Allah dan sekaligus merupakan penyerahan dirinya kepada Allah. Sehingga tercipta sebuah relasi personal antara Allah dan manusia. Wahyu Allah terus berlangsung dalam kehidupan manusia. Relasi personal Allah dan manusia yang terbentuk secara otomatis menyebabkan berkembangnya wahyu dalam sejarah keselamatan umat manusia. Iman dan wahyu secara bersama-sama menunjukkan adanya komunikasi antara Allah dan manusia.
Wahyu itu terus diwartakan Gereja dari generasi ke generasi. Pewartaan itu berlangsung sejak zaman para nabi, perjanjian baru yakni oleh Yesus Kristus, zaman patristik dan diterima sampai sekarang baik secara tertulis maupun tak tertulis. Penerusan wahyu didasarkan pada kehendak Allah yang ingin menyelamatkan semua manusia. Pewartaan tertulis disebut Alkitab, sedangkan yang tak tertulis adalah Tradisi. Tradisi adalah kumpulan tradisi-tradisi yang ada dan hidup di dalam Gereja.
Penerusan wahyu ini dilakukan lewat pewartaan para rasul dan diteruskan lewat pelayanan para uskup. Dalam pewartaan para rasul, wahyu yang diterima langsung oleh para rasul membuat pewartaan mereka bukan hanya sebatas penerusan wahyu, tetapi terlebih pewartaan mereka merupakan wahyu itu sendiri. Sedangkan dalam pewartaan para uskup, mereka hanya meneruskan wahyu yang telah diwariskan kepada mereka. Penerusan wahyu ini berarti bahwa para uskup menjaga keotentikkan wahyu itu. Sehingga para uskup hanya boleh menafsirkan segala sesuatu yang telah diwariskan para rasul tanpa menambah, mengurangi atau mengubahnya.
Wahyu yang diteruskan dalam Gereja tentunya berhadapan dengan budaya dan situasi yang berbeda-beda. Iman yang dihayati dalam Gereja akan berbentur dengan situasi dan budaya setempat. Karena Gereja sebagai jemaat Allah hidup dalam masyarakat yang memiliki budaya tersendiri. Situasi dan budaya pada zaman para rasul berbeda dengan zaman para bapa gereja. Apa yang menjadi tantangan para rasul dalam penghayatan imannya berbeda dengan tantangan para bapa gereja. Oleh sebab itu, iman Gereja harus disesuaikan dengan konteks. Dalam hal ini, kita bukannya merubah atau mengurangi keotentikkan iman kristiani. Nilai-nilai pokok iman yang diwariskan oleh para rasul tetap kita pegang, namun dihayati sesuai dengan situasi dan budaya di mana Gereja itu hidup. Sehingga iman jemaat itu sungguh hidup dan lebih mengena atau sesuai dengan kehidupan konkret masyarakat.
Dalam proses menafsirkan Kitab Suci secara otentik, Gereja secara khusus mempercayakan tugas ini pada Magisterium. Magisterium atas nama Yesus Kristus memiliki wewenang menafsirkan Kitab Suci dalam terang Roh Kudus. Oleh karena itu, ajaran Magisterium mempunyai sifat normatif bagi kehidupan orang kristiani. Magisterium berusaha menjaga keotentikkan Kitab Suci dan Tradisi. Sehingga dalam perkembangannya, mereka berusaha keras menjawab dan membela ajaran iman kritiani yang murni ketika berhadapan dengan ajaran-ajaran sesat atau bertentangan dengan ajaran iman Gereja.
Namun tidak dapat sangkal bahwa Magisterium juga merupakan anggota Gereja atau jemaat Allah. Dengan wewerang yang mereka miliki bukan berarti posisi mereka berada di atas sabda Allah. Sebagai jemaat, mereka juga harus menjadi pelaksana Sabda. Jadi Magisterium bukan hanya berperan sebagai penafsir Sabda yang berwenang, tetapi sekaligus menjadi murid yang setia. Mereka juga harus membuka hati untuk mendengarkan Sabda Allah dan melaksanakannya.
Tradisi dan Alkitab tidak bisa berdiri sendiri. Keduanya memiliki hubungan timbal balik yang erat. Alkitab ditafsirkan dalam terang Tradisi. Dan Tradisi ditafsirkan bersumber pada Alkitab. Apa yang diungkapkan dalam Tradisi tidak boleh bertentangan dengan isi Alkitab. Keduanya saling mendukung dan melengkapi. Gereja memastikan segala sesuatu yang diwahyukan Allah bukan hanya melalui Kitab Suci, tetapi juga dalam kesatuannya dengan Tradisi. Keduanya diterima dan dihormati oleh Gereja karena sama-sama berasal dari Allah sendiri. Sehingga keduanya diyakini memuat sabda Allah yang dijamin keotentikkannya oleh Roh Kudus.
Dalam buku Teologi Sistematika 1, Dr. Nico Syukur Dister, OFM memaparkan Tradisi dan Kitab Suci Gereja dengan sistematis, sehingga mudah untuk dimengerti oleh para pembaca. Terlebih bagi umat Kristiani, buku ini kiranya menjadi pendasaran yang baik dalam berteologi. Kita ketahui bahwa Alkitab dan Tradisi Suci merupakan asas teologi Gereja. Dan dalam berteologi, umat dituntut juga untuk memiliki iman. Iman menjadi dasar dan sekaligus syarat orang berteologi. Di sini Teologi Fundamental memiliki peranan yang penting. Karena seluruh teologi mengandaikan Teologi Fundamental sebagai dasar penalarannya. Teologi Fundamental mempertanggungjawabkan kenyataan-kenyataan dasar teologi yakni wahyu ilahi dan penerusannya dalam Gereja, baik Tradisi maupun Kitab Suci. Dalam kehidupan bermasyarakat, jemaat berhadapan dengan situasi, budaya, agama yang beranekaragam. Menyikapi persoalan ini teologi Gereja juga harus kontekstual. Iman rasuli hendaknya menjadi iman yang hidup di dalam Gereja. Persoalan dan tuntutan dalam masyarakat hendaknya dianalisa dalam terang Kitab Suci dan Tradisi, sehingga mampu menjawab dan memberi pendasaran yang kokoh terhadap iman umat. Dengan pendasaran yang kokoh, umat dapat lebih terbuka dan mampu mempertanggungjawabkan imannya. Wahyu ilahi yang diwariskan para rasul berkembang dan hidup sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman.

Tugas UTS Teologi Fundametal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar